Polemik Bendera Hanya Tinggal soal Politik

Polemik Bendera Hanya Tinggal soal Politik

BANDA ACEH - Dekan Fakultas Hukum Universitas Abulyatama (Unaya), Wiratmadinata MH mengatakan, bendera Bintang Bulan sudah sah secara hukum dan tak perlu diperdebatkan lagi.

Menurutnya, polemik bendera yang dipersoalkan pemerintah pusat saat ini justru lebih kepada proses politik yang belum legitimate.

“Status hukum bendera Aceh, bagi saya, secara hukum sudah selesai dan bisa dilaksanakan karena memiliki landasan hukum yang jelas. Harusnya sudah dikibarkan. Tapi saya yang bingung sekarang, kenapa tidak dikibarkan?” katanya saat menjadi pemateri pada diskusi publik di A Café, Banda Aceh, Selasa (29/3) petang.

Kegiatan itu diprakarsai Dewan Pimpinan Pusat Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat (DPP PAKAR) Aceh dengan mengangkat tema “Mungkinkah Referendum Bendera di Aceh Dilaksanakan?”

Acara yang dimoderatori Ketua DPP PAKAR Aceh, Muhammad Khaidir itu juga menghadirkan pemateri lain, yakni Ketua Komisi I DPRA, Abdullah Saleh SH serta diikuti puluhan mahasiswa dan para aktivis.

“Kalaupun ada perdebatan, hanya perdebatan politik. Jadi, Kanda Abdullah Saleh silakan saja kibarkan. Tapi saya bertanya, kenapa tidak dikibarkan?” tanya aktivis 1998 itu kepada Abdullah Saleh selaku Anggota DPRA dari Partai Aceh.

Dia tambahkan, untuk membuktikan keabsahan bendera itu tidak perlu dilakukan referendum karena tidak diatur dalam konstitusi Indonesia. “Mungkinkah referendum dilaksanakan di Aceh? Ya, tidak! Karena Qanun Nomor 13 Tahun 2013 sudah sah, hanya saja karena situasi politik Pemerintah Aceh tidak bisa mengibarkannya,” kata Wira.

Pernyataan tersebut juga diamini Abdullah Saleh. Politisi Partai Aceh ini menilai, timbulnya pro-kontra terhadap bendera Bintang Bulan karena pemerintah pusat belum siap menerima bendera tersebut. Sehingga dalam beberapa kali pertemuan tidak ada menghasilkan keputusan, melainkan cooling down.

“Sejauh ini saya belum melihat adanya penolakan yang luas dari masyarakat (dengan bentuk bendera Bintang Bulan). Yang menolak selama ini hanya dari Forkab dan kita tahu juga kedekatannya ke mana. Kemudian ada PeTA juga. Tapi penolakan itu tidak dipermasalahkan,” katanya. Forkab yang dimaksud Abdullah Saleh adalah Forum Komunikasi Anak Bangsa, sedangkan PeTA merupakan relawan pembela Tanah Air. Dalam kesempatan itu, dia mengaku kecewa dengan sikap Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah. Pasalnya, selama ini Gubernur Zaini lebih banyak menunggu perintah dari pusat ketimbang proaktif untuk menuntut penyelesaian polemik bendera. “Mestinya pemerintah pusat jangan lagi melihat Aceh sebagi momok, tapi harus lebih kepada solutif,” sebutnya.

0 Response to "Polemik Bendera Hanya Tinggal soal Politik"

Post a Comment