Taqiyuddin: Cagar Budaya di Banda Aceh Terancam Punah Banda Aceh - Kota Banda adalah kota warisan sejarah islam yang dikenal sebagai ibukota kerajaan Aceh Darussalam. Namun dijaman modern sekarang ini, peninggalan sejarah tersebut sudah terancam punah. Ini diketahui dari banyaknya situs-situs bersejarah yang telah dibongkar.
"Hasil observasi kami, banyak makam yang sudah dibongkar demi pembangunan, baik jalan, rumah dan lain-lain," kata Pembina Mapesa, Taqiyuddin Muhammad pada pelantikan pengurus MAPESA 2016-2018 di Aula BPNB, Banda Aceh, Minggu 28 Februari 2018.
Menurut Taqiyuddin, idealnya sebelum dibangun, hendaknya dilibatkan ahli sejarah untuk mengkaji terlebih dahulu. "Itu penting biar jejak sejarah tetap terlestarikan. Karena para pendahulu meninggalkan jejak sejarah memang untuk kita, anak cucunya," ujar Epigraf dan peneliti sejarah kebudayaan islam, alumni Alazhar Mesir tersebut.
Sebelumnya, Ramli Addaly, sesepuh organisasi Masyarakat Pencinta Sejarah Aceh (Mapesa) melantik pengurus baru Mapesa 2016-2018 yang diketuai oleh Mizuar Mahdy dan Yusri Ramli sebagai sekretaris.
Dalam sambutan pelantikannya, Mizuar mengungkapkan bahwa Mapesa baru saja menemukan pemukiman Islam kuno dari abad 14 hingga 19 masehi. Hal tersebut diketahui dari banyaknya ditemukan sebaran nisan yang berasal abad tersebut.
"Letaknya di kecamatan Lhoong, Aceh Besar. Namun sayangnya pemerintah belum tergerak untuk melakukan kajian secara serius dan mendaftarkan situs-tersebut sebagai cagar budaya yang dilindungi," ujarnya.
Ia berharap kepada pemerintah agar peduli dengan penemuan tersebut. Hadir dalam pelantikan tersebut para akademisi, tokoh masyarakat, tokoh-tokoh kebudayaan, birokrat dan unsur masyarakat lainnya, seperti Kepala BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) Aceh-Sumut, Denni Sutrisna, Sejarawan Aceh, Nab Bahany As, Ketua IMI, Ibnu Rusydi, Munawar Liza, mantan Walikota Sabang, dan Perwakilan dari Dinas Budaya dan Pariwisata Aceh.
sumber : acehabad.blogspot.co.id
"Hasil observasi kami, banyak makam yang sudah dibongkar demi pembangunan, baik jalan, rumah dan lain-lain," kata Pembina Mapesa, Taqiyuddin Muhammad pada pelantikan pengurus MAPESA 2016-2018 di Aula BPNB, Banda Aceh, Minggu 28 Februari 2018.
Menurut Taqiyuddin, idealnya sebelum dibangun, hendaknya dilibatkan ahli sejarah untuk mengkaji terlebih dahulu. "Itu penting biar jejak sejarah tetap terlestarikan. Karena para pendahulu meninggalkan jejak sejarah memang untuk kita, anak cucunya," ujar Epigraf dan peneliti sejarah kebudayaan islam, alumni Alazhar Mesir tersebut.
Sebelumnya, Ramli Addaly, sesepuh organisasi Masyarakat Pencinta Sejarah Aceh (Mapesa) melantik pengurus baru Mapesa 2016-2018 yang diketuai oleh Mizuar Mahdy dan Yusri Ramli sebagai sekretaris.
Dalam sambutan pelantikannya, Mizuar mengungkapkan bahwa Mapesa baru saja menemukan pemukiman Islam kuno dari abad 14 hingga 19 masehi. Hal tersebut diketahui dari banyaknya ditemukan sebaran nisan yang berasal abad tersebut.
"Letaknya di kecamatan Lhoong, Aceh Besar. Namun sayangnya pemerintah belum tergerak untuk melakukan kajian secara serius dan mendaftarkan situs-tersebut sebagai cagar budaya yang dilindungi," ujarnya.
Ia berharap kepada pemerintah agar peduli dengan penemuan tersebut. Hadir dalam pelantikan tersebut para akademisi, tokoh masyarakat, tokoh-tokoh kebudayaan, birokrat dan unsur masyarakat lainnya, seperti Kepala BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) Aceh-Sumut, Denni Sutrisna, Sejarawan Aceh, Nab Bahany As, Ketua IMI, Ibnu Rusydi, Munawar Liza, mantan Walikota Sabang, dan Perwakilan dari Dinas Budaya dan Pariwisata Aceh.
sumber : acehabad.blogspot.co.id
0 Response to "Dizaman Modern Cagar Budaya di Banda Aceh Terancam Punah"
Post a Comment